Me Vs Maya

Me Vs Maya
my novel

emak lebay

emak lebay
curhat emak duoNa

Jurnal Sehat Emak

Jurnal Sehat Emak
Diet Sehat Ala Emak

Senin, 31 Agustus 2015

Perempuan Kedua



Poligami, mau sah atau siri, tetap perempuan yang dirugikan. Dan sayangnya, atas nama ada dalam agama, ini tidak dipertimbangkan.

Well, saya bukan penolak poligami, karena ada dalam agama. Tetapi kenapa kenyataan bahwa pada akhirnya praktek poligami yang kini berkembang banyak merugikan kaum perempuan, kog nggak dilihat ya?

Saya melihat sendiri satu fakta itu...

Dia ipar saya, namanya Ira.  Tadinya dia menikah dengan Heri, laki-laki yang jadi suaminya selama 9 tahun.  Kemudian, seperti saya, tahun-tahun pernikahan mereka ada masalah besar yang tidak bisa diselesaikan, sehingga mereka memutuskan untuk bercerai.

Kemudian, Ira menikah dengan laki-laki yang banyak membantunya saat dia terhadang masalah dengan mantan suaminya.  Laki-laki itu sudah beristri.  Ira pun jadi istri kedua.

Sayangnya tidak sah secara hukum.  Laki-laki itu sudah menikah 20 tahun, tetapi belum memiliki keturunan.  Bersama Ira, laki-laki itu mempunyai satu anak laki-laki.

Selesai?

Tidak.  Pernikahan mereka yang tidak sah secara hukum membuat kedudukan hukum anak laki-laki mereka tidak kuat, dan madunya Ira tidak mengijinkan pernikahan mereka disahkan secara hukum.

Salahkah madunya Ira?  tidak, karena mungkin dia hanya punya kekuatan ini untuk mengukuhkan haknya sebagai istri sah.  Dan apakah yang harus dilakukan oleh Ira?

Aku hanya bisa menghela napas dan berkata kepadanya, "Lah tahzan, sister....Allah pasti memberimu jalan yang terbaik."

Senin, 24 Agustus 2015

Coming Home




Ada serial di Lifetime TV, judulnya Coming Home.

Secara garis besar, ini reality show tentang pertemuan penuh kejutan dari para tentara US yang selesai menjalani tugas mereka di luar negeri. Mereka yang berbulan-bulan tidak bertemu keluarganya, bahkan ada yang setahun lebih, menumpahkan segala kangen mereka terhadap keluarga.Yang lajang biasanya kepada orang tua mereka, sedang yang sudah berkeluarga tentu kepada anak dan istri/suami mereka.

Lihat serial itu, air mata saya langsung mengembang di sekitar pelupuk mata (LEBAY).  Ingat bahwa kurang lebih 5 tahun anak-anak dan saya harus merasakan hari2 jauh dengan ayah mereka. Itu adalah masa-masa terberat dalam hidup saya.  Mengurusi anak-anak seorang diri, dulu masih juga membantu orang tua,menemani mereka juga.  Bertemu ayahnya 2 bulan sekali.  Komunikasi jelas selalu tidak baik.  Ketika bertemu, tidak cukup waktu untuk memperbaikinya.  Atau, sudah tidak ada keinginan untuk memperbaikinya.

Melihat serial itu, saya pun bertanya-tanya, apakah jalan yang pada akhirnya kami pilih ini salah?  Bagaimana kedua anak gadis saya?

Sedang ketika kami masih terikat dalam pernikahan saja harus merasakan kesalahan2 komunikasi dan bersusah payah untuk tetap merekatkan rumah tangga kami, ditambah anak2 yang kurang mendapatkan sosok ayah secara real di kehidupan mereka sehari2.

Bagaimana anak2 ke depannya saat ini? Ketika pada akhirnya kami memilih untuk mengakhiri rumah tangga kami ini?

Sudah lepas dari Lebaran, seharusnya ayahnya anak-anak pulang, tetapi ini tidak.  Setiap anak-anaknya bertanya, saya sudah tidak lagi meminta anak-anak bertanya untuk satu hal itu, ayahnya selalu ada jawaban untuk anak-anak memaklumi mengapa ayahnya tidak bisa pulang.

Naomi sudah tahu, secara garis besarnya, apa yang terjadi kepada orang tuanya, tetapi toh pada akhirnya dia tetap merindukan ayahnya yang hanya bisa pulang dua bulan sekali.  Pada akhirnya bertanya, "Kapan ayah pulang?" meski dia paham, ayahnya tidak lagi boleh tinggal di rumah bersama bundanya.

Melihat serial itu, saya mulai tidak yakin.  Tetapi bagaimanapun apa yang terjadi harus dijalani.  Kalaupun saya harus bersusah payah hidup bersama anak-anak saya, karena pada akhirnya saya harus bisa mandiri tanpa bantuan ayahnya anak-anak lagi, itu harus saya jalani dengan ikhlas.

Jangan bersedih ya anak-anak gadisku.  Ayah kalian tetap sayang kalian, hanya mungkin jalan hidup kita harus seperti ini.  Allah pasti punya rencana indah untuk kita.

Minggu, 16 Agustus 2015

Perempuan, ASI itu hak anakmu



Beberapa hari yang lalu adalah World Breastfeeding Week atau pekan perayaan menyusui sedunia.  Tadinya saya tidak terlalu ngeh, karena saya sudah tidak menyusui dan tidak tergabung di komunitas menyusui lagi, sehingga berita ini terlewati oleh saya.

Kemudian ada sebuah postingan di sebuah blog tentang menyusui. Berbeda dengan tulisan yang support dan kampanye ASI, ini lebih ke kritik tentang perempuan yang bisa ngASI mengintimidasi yang gagal ngASI.

Well...buat saya menyusui bukan tentang intimidasi, pamer dan apalah yang gagal ngASI.  Menyusui sekali lagi, adalah hak dasar anak.  Jadi kalau ada yang kesannya "lebay" tentang ASI, sebaiknya yang menilai itu berdamai dengan dirinya, dan melihat dari sisi seorang ibu yang akhirnya mampu berjuang untuk memberikan hak dasar anaknya.

Saya juga menyadari, ada memang sedikit ibu yang tidak bisa menyusui, harus merasakan susah dulu baru bisa menyusui.  Atau melakukan segala cara, ASI tetap tidak keluar sama sekali. Ada juga sudah jungkir balik menyusui, ternyata ASInya belum bisa mensupport kenaikan BB bayi, sebagai salah satu indikasi bayi sehat.

Ada memang yang begitu, dan buat mereka, kita support untuk tetap bahagia dan mengasuh bayinya dengan penuh semangat, meski terpaksa tidak bisa ASI ataupun terpaksa harus ditambah dengan sufor.

Tetapi itu hanya 4-5% dari keseluruhan ibu melahirkan. Jadi selebihnya, seharusnya bisa menyusui, entah dengan cara mudah atau harus berjuang mati-matian.

Lalu mengapa seolah-olah banyak ibu yang gagal menyusui?  Persoalan paling dasar adalah psikologis.  Dan disinilah kita wajib bilang, La Tahzan perempuan, Allah selalu bersama kita jika kita mau berusaha.

Seorang teman online, kami sering mengobrol via chatbox.  Dua bulan yang lalu baru saja melahirkan.  langsung menyusui bayinya.  So far baik-baik saja, sampai kemarin dia mendapati kenyataan, bayinya tidak juga naik BBnya sampai usia anaknya 2 bulan.  Panik, jelas?  Karena dari yang dia yakini, bayi ASI selalu naik BB dan sehat. Untuk bayi, jelas salah satu indikasi bayi sehat adalah BB naik tiap bulan.  Dan selama 2 bulan bayinya tidak naik BB, jelas membuatnya risau.

Oleh dokter, mereka dirujuk ke rumah sakit.  Si bayi dianggap kurang gizi.  Maka pilihan ditambah sufor terpaksa diambil, meski si ibu tetap disupport memberikan ASI, minimal 40 ml. Yang ini lupa, 40 ml setiap hari atau setiap anaka menyusu.

Teman saya jelas down, kecewa, karena selama ini merasa ASInya baik-baik saja.  Mengapa ternyata tidak seperti itu?  Jelas dia merasa kecewa terhadap dirinya sendiri.  Saat itu, kalau dia mau, dia bisa saja menyerah untuk memberikan sufor saja.  Toh nyatanya ASInya memang tidak menunjang kenaikan BB si kecil.

Tetapi pihak rumah sakit, keluarganya, dan dirinya sendiri tidak menyerah. Meski bayinya terpaksa ditambah sufor untuk mengejar kenaikan BB, si ibu tetap berusaha bisa meningkatkan produksi ASInya.

Saya mendengar ceritanya sampai termehek-mehek.  Buat saya, perjuangannya itu benar-benar luar biasa. Baby blues yang pernah saya alami, puting robek yang pernah kejadian pada saya, bahkan Grow Spout yang mengganggu saat saya menyusui dulu, gak adaapaa-apanya dibanding perjuangannya ini.

Yang dia perjuangkan adalah kejadian yang memang luar biasa, tetapi teman saya ini tidak menyerah.  Sungguh mengagumkan, luar biasa!

Lah Tahzan,perempuan. ASI adalah hak anakmu, berjuanglah untuk hak anakmu itu

Kamis, 13 Agustus 2015

Ibu, Jangan Jauhkan Anakmu Dari Ayahnya



Ini mungkin agak menyimpang sedikit, karena kisah ini justru kudapat dari sosok seorang laki-laki, seorang ayah.

Namanya Pak Eko, tadinya kami kenal karena sama-sama aktif di kegiatan orang tua murid kelas Naomi berada.  ya dia adalah ayah dari salah satu sahabat Naomi di kelas.  Waktu wacana pindah sedang digodok, Anisa, teman Naomi ini yang paling sedih dan meminta Naomi untuk pindah.

(Intermezzo, ternyata banyak yang doain saya anak-anak gak pindah ya, jadi inilah kenyataannya heheu)

Orang tua Anisa, yaitu Pak Eko dan Bu Irine sudah bercerai sejak setahun yang lalu, saat itu anak-anak baru saja naik ke kelas 3.  Setelah itu kami sudah tidak lagi berkomunikasi, bahkan keberadaan Pak Eko sudah tidak lagi terlacak.  Kalau Bu Irine memang saya jarang berkomunikasi dengannya.  Sebagai pendidik senior di kota kami, dia termasuk sibuk.  Anisa sendiri tidak pernah diantar jemput oleh Bu Irine, padahal saat masih bersama Pak Eko, beliau yang paling rajin menunggui Anisa selama sekolah.  Pekerjaannya sebagai wiraswasta membuatnya leluasa untuk bisa menunggui putri semata wayangnya ini.

Ya, bagi Bu Irine, Pak Eko ini suami keduanya.  Bu Irine sudah menikah sebelumnya dan dari pernikahan ini lahirlah 2 anak yang sudah dewasa, usia mereka belasan tahun jaraknya dengan Anisa.

Dan ketika perceraian ini terjadi, Anisa bersama Bu Irine.  Dan Anisa selalu bilang ke teman-temannya, ayahnya sudah pindah ke luar kota, kerja.

Anisa sedih?  Sejauh yang saya lihat, tidak.  Bu Irine "berhasil" membuat anaknya ini "lupa" terhadap ayahnya.  Padahal mengingat kedekatan mereka, rasanya justru aneh melihat Anisa yang tidak sedih sama sekali kehilangan moment-moment kebersamaannya dengan sang papa.

Berkaca kepada Naomi yang selalu nampak kesepian setiap ayahnya kembali bekerja.  Ataupun ada perbedaan antara Naomi dan Anisa.  Anisa sebelum-sebelumnya selalu bersama ayahnya, sedang Naomi sudah terbiasa tidak bersama ayahnya setiap hari sejak TK A.  Jadi, kalaupun sekarang ayahnya tidak pulang, dia tidak banyak bertanya.

Tetapi ketika kuberitahu bahwa sejak Juni kemarin ayah dan bundanya berpisah, Naoami pun menangis.  tetapi dia mulai paham bahwa ayahnya tidak lagi bisa satu rumah dengan kami.  Dan sekarang, Naomipun jarang bertanya "Kapan ayah pulang?" kepadaku atau by phone kepada ayahnya langsung.

Mungkinkah Anisa juga seperti itu?

Tadi, saya jemput Naomi karena dia minta diantar tadi pagi, capek bersepeda.  Saat menjemput saya dihampiri oleh Pak Eko.

Mengalirlah cerita.  "Selama cerai, saya tidak bisa ketemu Anisa.  Saya ingin ketemu dia."

Ya Allah, sedih mendengarnya.  Ternyata Pak Eko masih di kota kami, hanya beda kecamatan.  Apa sih salah dia sampai tidak bisa bertemu putri semata wayangnya?  Saya bahkan tidak pernah terpikirkan untuk melarang anak-anak bertemu dengan ayahnya jika memang ayahnya mau mengunjungi mereka.

Well, saya tahu Bu irine perempuan kuat.  tetapi apakah perempuan kuat juga bersifat jahat terhadap putrinya ini?  Apa namanya kalau bukan jahat?  Memisahkan silahturahmi ayah dan anak?

Yang justru saya terkejut, adalah reaksi Anisa begitu melihat papanya datang.  Mengingat kedekatan mereka setahun yang lalu, kubayangkan pasti Anisa berlari memeluk ayahnya, menangis sambil bilang kangen.

Ternyata tidak.  Anisa justru menjauh, memberikan banyak alasan untuk menjauhi papanya, bahkan untuk memeluk Anisa pun Pak Eko tidak bisa.  Anisa langsung berlari menuju penjemputnya.  Hanya bilang kalau dia takut dimarahi mamanya kalau sampai ikut Pak Eko.  Padahal laki-laki itu hanya ingin bertemu Anisa dan bilang ingin mengantar anaknya kepada mamanya, ingin berbincang dengan anaknya itu.

Saya melihatnya bahkan menangis.

Bu Irine, anda sukses membuat seorang anaka menjauhi anaknya sendiri

Bu Irine, anda lupa, selamanya Pak Eko adalah wali bagi Anisa.

Bu Irine, mungkin anda powerfull dibanding Pak Eko, tapi anda berhasil memutus silahturahmi ayah dan anak perempuannya.

Yakinlah, anda tidak dapat apa2 selain kelak anda akan mendapatkan perlakuan yang sama entah dari siapa


Untuk Anisa

Beliau tetap ayahmu

Beliau hanya ingin memelukmu seperti dulu yang pernah kalian lakukan

Beliau hanya ingin menciummu, seperti yang dulu sering kalian kerjakan

Mudah-mudahan kamu selalu menyayangi ayahmu.

Mungkin ayahmu tidak hamil, melahirkan dan membesarkanmu.

Tetapi Pak Eko adalah ayahmu, yang selalu memelukmu ketika maku sedih

Berlari-lari mengejarmu di halaman sekolah sambil membawakan tas dan bekalmu

Setia menungguimu di perpustakaan karena kamu tidak mau ditinggal

Beliau tetap ayahmu, Nak

La Tahzan Anisa, ayahmu pasti tetap dilindungi oleh Allah

Minggu, 02 Agustus 2015

Awalnya Dia Menyenangkan

Dia manis, langsing, tidak ada yang menyangka kalau dia sudah menikah dan punya 3 anak.  Yah, meski satu anak kandungnya sudah meninggal di saat usia 5 tahun, kemudian mengadopsi satu anak yang kini usianya 3 tahunan dan punya satu anak tiri yang dia sayang dan sudah mejelanag dewasa.

Kami berkenalan ketika dia masih jadi single parent bagi Nazli, anak adopsinya itu.  Visca, anak kandungnya sudah meninggal satu minggu sebelum dia mengadopsi Nazli.  Visca jatuh ketika masuk sekolah, kemudian sakit dan masuk rumah sakit karena pendarahan.  Akhirnya gadis itu meninggal.

Dia datang dan bercerita tentang kesusahannya hari itu.  Dari sana kami saling mengenal.

Single parent, dan harus bersembunyi karena mantan suaminya selalu mencari cara untuk bisa menemukannya dan mengajaknya rujuk.

"Ya jelas aku nggak mau lah," ceritanya.

"Kenapa?"

"Dia selalu melakukan KDRT, aku hamil Visca saja mau ditabraknya," jawabnya dengan wajah kesal.

"What? Serius?" tanyaku tak percaya.

Citra, nama perempuan itu, menganggukkan kepalanya.  "Dia sudah menyusun rencana itu dengan rapi, ternyata.  Dia telpon aku, katanya ada yang penting harus disampaikan, perkara Nazli.  Aku bergegas datang ke kantornya.  Dan tahukah kamu?  Dari arah berlawanan, dia menerjang mobilku dengan motor sportnya," dia melanjutkana ceritanya.

"Gila," cetusku.

Kemudian kami sama-sama terdiam.

Laki-laki apa yang nekad ingin membunuh istri dan calon bayinya sendiri?

"Dia nggak tahu aku hamil, aku juga enggak tahu," kata Citra meluruskan.

"Dia begitu dari awal kenal?"

"Maksud kamu, kasar?" aku mengangguk menjawab pertanyaan Citra.

Perempuan yang usianya hampir sama denganku itu kemudian menghela napas.  "Awalnya enggak seperti ittu.  Tadinya dia menyenangkan," Citra terbata-bata mengulang ceritanya.

"Dia mapan, tampan, rapi dan wangi, siapa yang akan menolak lamarannya?" tanyanya tanpa menunggu jawaban.

Dan dia memperlakukan Citra bak putri dari negeri dongeng dengan senyumnya yang charming.  Enam bulan pertama pernikahan mereka, itu benar-benar bulan madu.

"Setelah itu?" tanyaku.

"Dia berubah."

Aries, laki-laki itu, mulai sering pulang terlambat, kadang tidak pulang, mulai menjauh dan dingin saat sedang intim dengannya.  Semua alat komunikasi miliknya dikunci sehingga Citra tidak lagi bisa membukanya.

"Dan setahun setelah menikah, setelah berhubungan intim, dia pasti mengungkit-ungkit keinginan untuk menikah lagi," cerita Citra.

Yang ingin dinikahi Aries adalah sekretarisnya sendiri.

"Itu kenapa aku enggak pernah mau cerita, drama banget, pasti banyak orang yang tidak percaya," lanjutnya.

Khas sekretaris yang ada di sinetron, sekretaris Aries sexy, cantik dan supel.  Sebenarnya Citra pun memiliki ketiganya.  Tetapi mengapa Aries tidak melihatnya dan bahkan sibuk dengan sekretarisnya?  Citra tidak pernah tahu.  yang dia tahu, suaminya mulai ingin menduakannya.

"Aku menolak keras, marah, dan kemudian minta cerai.  Disinilah drama dimulai," lanjut Citra.

Jam pergi Citra dibatasi, dia pun mulai diantar jemput saat bekerja.  Aksesnya ke teman dan keluarganya dibatasi.

"Aku enggak betah, dan berniat lari darinya. Diam-diam aku mengemasi barang-barangku dan menyimpannya di bagasi mobil, begitu ada kesempatan, aku berniat kabur," katanya dengan pandangan menerawang, mencoba mengingat-ingat apa yang terladi bertahun-tahun yang lalu, saat masih menikah dengan Aries.

"Saat itu sudah hamil Visca?"

"Ya, tetapi aku tidak menyadarinya, baru sadar saat aku dibawa ke rumah sakit setelah ditabrak oleh Aries," jawabnya.

"Ohh," aku ternganga dan merasakan perih membayangkan kejadian itu.

"Siapa yang bawa kamu ke rumah sakit?"

"Aries."

"Apa? Kog bisa? dia nggak kabur setelah menabrak kamu?"

Aku geleng-geleng kepala.  Wow, ini yang disebut psychopat?  Masih sempat mengantarkan korbannya ke rumah sakit?

"Dia mengantarkan aku ke rumah sakit, wajahnya sedih banget, lalu bilang ke petugas di rumah sakit kalau aku jatuh karena sedang belajar naik motor," ceritanya seraya tersenyum.

"Gila," desisku.

"Itu kenapa aku melarikan diri dari dia, dibantu paman temanku yang pengacara, aku ajukan gugatan cerai.  Aku mau menyelamatkan hidupku dengan Visca," lanjutnya.

"Dia masih cari-cari kamu?" tanyaku penasaran.

"Sekarang sudah tidak lagi, setelah Visca meninggal.  Awalnya dia selalu mencari dan mngajak rujuk, ya aku enggak mau," jawabnya.

"Nasib sekretaris itu?" kutanya lagi topik yang lain.

"Mereka akhirnya menikah, meski kemudian bercerai juga," katanya.

"Lho, kenapa?"

"Nasibnya sama denganku, bahkan dia lebih parah KDRTnya, berhubungan pun harus berdarah dulu," kata temanku ini.

"Ya Allah," gumamku prihatin.

"Itu kenapa say, menurut orang-orang terdekatnya, lebih baik aku tidak muncul sama sekali di hidupnya, demi keselamatanku juga," pungkasnya.

Aku diam, lagi-lagi mendapati mereka, para perempuan itu, lebih dasyat berjuangnya saat masih menikah kemudian bercerai.  Temanku yang satu ini bahkan harus mengalami penganiayaan berat saat sedang hamil.

Meski sekarang dia sudah menikah lagi dan bahagia dengan suaminya yang baru, tetap saja luka itu tidak akan sepenuhnya sembuh.  Selamanya temanku ini tetap takut untuk bertemu Aries.

La Tahzan temanku, menikah lagi dan bahagia adalah bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkanmu.